Langsung ke konten utama

Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Ketahanan Nasional dan Bela Negara


NIM       :   310119023455
Nama    :   Khairul Rizal
Kelas     :   17




Kata Pengantar
Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta'ala, yang telah memberi kesempatan hidup di dunia yang fana ini, sehingga Saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul "Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Ketahanan Nasional dan Bela Negara". 
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini mengulas tentang latar belakang sejarah/historis, kejadian dan fakta munculnya konsep Ketahanan Nasional ini.
Saya mengharapkan agar para pembaca memberikan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan untuk makalah berikutnya.
Banjarbaru, 09 November 2019

Penulis

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang
Gambar 1 : Ketahanan Nasional dan Bela Negara

Ketahanan nasional adalah kondisi kekuatan bangsa Indonesia yang disatukan dengan segala kemampuan dan tenaga dari berbagai aspek kehidupan dari segala yang merusak sistem pertahanan wilayah negara Indonesia oleh bangsa luar. Ketahanan Nasional di Indonesia memiliki sejarah yang panjang untuk menghadapi berbagai persoalan serius, seperti Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG). Di sisi lain, Ketahanan Nasional juga memiliki catatan penting dalam mewujudkan Ketahanan Nasional sebagai tujuan menjaga kedaulatan negara Indonesia dari bangsa asing.

2. Tujuan
  1. Untuk memahami sejarah munculnya istilah Ketahanan Nasional dan Bela Negara di Indonesia
  2. Untuk menjelaskan perkembangan konsep Ketahanan Nasional dan Bela Negara
  3. Untuk mengetahui berbagai hal terkait Ketahanan Nasional dan Bela Negara selain berupa ancaman dari luar dan dalam


B. Pembahasan

Secara historis, gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an di kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997). Masa itu sedang meluasnya pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan Cina. Pengaruh komunisme menjalar sampai kawasan Indo Cina sehingga satu per satu kawasan Indo Cina menjadi negara komunis seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja. Tahun 1960-an terjadi gerakan komunis di Philipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Bahkan gerakan komunis Indonesia mengadakan pemberontakan pada 30 September 1965 namun akhirnya dapat diatasi.
Sejarah keberhasilan bangsa Indonesia menangkal ancaman komunis tersebut menginspirasi para petinggi negara (khususnya para petinggi militer) untuk merumuskan sebuah konsep yang dapat menjawab, mengapa bangsa Indonesia tetap mampu bertahan menghadapi serbuan ideologi komunis, padahal negara-negara lain banyak yang berguguran? Jawaban yang dimunculkan adalah karena bangsa Indonesia memiliki ketahanan nasional khususnya pada aspek ideologi. Belajar dari pengalaman tersebut, dimulailah pemikiran tentang perlunya ketahanan sebagai sebuah bangsa.
Pengembangan atas pemikiran awal di atas semakin kuat setelah berakhirnya gerakan gerakan 30 September/PKI. Pada tahun 1968, pemikiran di lingkungan SSKAD tersebut dilanjutkan oleh Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional) dengan dimunculkan istilah kekuatan bangsa. Pemikiran Lemhanas tahun 1968 ini selanjutnya mendapatkan kemajuan konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan nasional yang berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial dan militer. Pada tahun 1969 lahirlah istilah Ketahanan Nasional yang intinya adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa untuk menghadapi segala ancaman. Kesadaran akan spektrum ancaman ini lalu diperluas pada tahun 1972 menjadi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG). Akhirnya pada tahun 1972 dimunculkan konsepsi ketahanan nasional yang telah diperbaharui. Pada tahun 1973 secara resmi konsep ketahanan nasional dimasukkan ke dalam GBHN yakni Tap MPR No IV/MPR/1978.
Berdasar perkembangan tersebut kita mengenal tiga perkembangan konsepsi ketahanan nasional yakni ketahanan nasional konsepsi 1968, ketahanan nasional konsepsi 1969, dan ketahanan nasional konsepsi 1972. Menurut konsepsi 1968 dan 1969, ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan, sedang berdasarkan konsepsi 1972, ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamik yang berisi keuletan dan ketangguhan. Jika dua konsepsi sebelumnya mengenal IPOLEKSOM (ideologi, politik, ekonomi, sosial, militer) sebagai Panca Gatra, konsepsi 1972 memperluas dengan ketahanan nasional berdasar asas Asta Gatra (delapan gatra). Konsepsi terakhir ini merupakan penyempurnaan sebelumnya (Haryomataraman dalam Panitia Lemhanas, 1980).
Perkembangan selanjutnya rumusan ketahanan nasional masuk dalam GBHN sebagai hasil ketetapan MPR yakni dimulai pada GBHN 1973, GBHN 1978, GBHN 1983, GBHN 1988, GBHN 1993 sampai terakhir GBHN 1998. Rumusan GBHN 1998 sebagaimana telah dinyatakan di atas merupakan rumusan terakhir, sebab sekarang ini GBHN tidak lagi digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan.
Sekarang ini sebagai pengganti Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden terpilih. Misalnya dokumen RPJMN 2010-2014 tertuang dalam Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2010. Pada dokumen tersebut tidak lagi ditemukan rumusan tentang ketahanan nasional bahkan juga tidak lagi secara eksplisit termuat istilah ketahanan nasional. 
Dengan mendasarkan pengertian ketahanan nasional sebagai kondisi dinamika bangsa yang ulet dan tangguh dalam menghadapi berbagai ancaman, maka konsepsi ini tetaplah relevan untuk dijadikan kajian ilmiah. Hal ini disebabkan bentuk ancaman di era modern semakin luas dan kompleks. Bahkan ancaman yang sifatnya nonfisik dan nonmiliter lebih banyak dan secara masif amat mempengaruhi kondisi ketahanan nasional. Misalnya, ancaman datangnya kemarau yang panjang di suatu daerah akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di daerah yang bersangkutan.
Gambar 2 : Penyalahgunaan Narkoba merupakan ancaman yang bersifat nonfisik
 

Ketahanan Nasional tetap relevan sebagai kekuatan penangkalan dalam suasana sekarang maupun nanti, sebab ancaman setelah berakhirnya perang dingin lebih banyak bergeser kearah nonfisik, antara lain; budaya dan kebangsaan (Sudradjat, 1996: 1-2). Inti ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran “mentalitas” bangsa Indonesia sendiri dalam menghadapi dinamika masyarakat yang menghendaki kompetisi di segala bidang. Hal ini tetap penting agar kita benar-benar memiliki ketahanan yang benar-benar ulet dan tangguh. Ketahanan nasional dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai “musuh bersama”. (Armawi, 2012:90). Konsep ketahanan juga tidak hanya ketahanan nasional tetapi sebagai konsepsi yang berlapis, atau Ketahanan Berlapis yakni ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan daerah, ketahanan regional dan ketahanan nasional (Basrie, 2002).
Ketahanan juga mencakup beragam aspek, dimensi atau bidang, misal istilah ketahanan pangan dan ketahanan energi. Istilah-istilah demikian dapat kita temukan dalam rumusan RPJMN 2010-2015. Dengan masih digunakan istilah-istilah tersebut, berarti konsep ketahanan nasional masih diakui dan diterima, hanya saja ketahanan dewasa ini lebih difokuskan atau ditekankan pada aspek-aspek ketahanan yang lebih rinci, misal ketahanan
pangan dan ketahanan keluarga. 
Sekarang ini, wajah ketahanan yang lebih ditekankan adalah ketahanan sebagai kondisi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dalam kondisi yang bagaimana suatu wilayah negara atau daerah memiliki tingkat ketahanan tertentu. Tinggi rendahnya ketahanan nasional amat dipengaruhi oleh unsur-unsur ketahanan nasional itu sendiri. Unsur-unsur tersebut dalam pemikiran Indonesia dikenal dengan asta gatra yang berarti delapan unsur, elemen atau faktor.
Gambar 3 : Asta Gatra

Sekarang ini, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI sebagai lembaga negara yang mengembangkan konsep ketahanan nasional Indonesia, sudah membuat badan khusus yang yang bertugas mengukur tingkat ketahanan Indonesia. Badan ini dinamakan Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional, sebagai bagian dari Lemhanas RI.



C. Penutup

1. Kesimpulan

  1. Menurut historis dapat disimpulkan, bahwa awal munculnya pemahaman istilah Ketahanan Nasional ini bermula pada pemikiran kalangan militer angkatan darat di SSKAD(sekarang SESKOEAD) yang pada saat itu mereka mengetahui fenomena berkembaangnya gerakan komunisme masuk ke kawasan Indo Cina sehingga beberapa negara telah menjadi negara Komunis dan di Indonesia telah terjadi pemberontakan G30S/PKI. Setelah berakhirnya gerakan komunis, maka pada tahun 1968 mulailah memikirkan konsep Ketahanan Nasional oleh Lemhanas(Lembaga Pertahanan Nasional). Tahun 1972, konsep kesadaran Ketahanan Nasional mulai terasa dan diperluas menjadi Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG). Lalu di tahun selanjutnya (1973) konsep Ketahanan Nasional masuk dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) secara resmi dengan Tap MPR No IV/MPR/1978. Di tahun 1998, merupakan rumusan terakhir dan diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang artinya sebagian besar konsep Ketahanan Nasional yang telah dirumuskan dalam GBHN beberapa tahun yang lalu mulai dihilangkan dalam dokumen kenegaraan. Jika itu sebuah hal yang dikhawatirkan dan dipermasalahkan, akan tetapi semangat dalam vmempertahankan kedaulatan nasional tetap ada dalam jiwa dan raga
  2. Berdasarkan perkembangan konsep Ketahanan Nasional dari pembahasan sebelumnya, terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam membuat dan mengatur konsep atau rumusan Ketahanan Nasional. Menurut cerita, setelah berakhirnya pemberontakan G30S/PKI lalu dimunculkan istilah Ketahanan Nasional oleh pemikiran Lemhanas yang pada saat itu lembaga ini baru terbentuk, maka dibuatlah konsepsi Ketahanan Nasional, dimana setelah adanya konsepsi ini maka terjadilah perubahan konsepsi Ketahanan Nasional secara diperluas. Konsepsi tahun 1968 & 1969 merupakan konsep pertama Ketahanan Nasional adalah Keuletan dan Daya Tahan. Lalu di tahun 1972, Konsepsi Ketahanan Nasional diganti yaitu Ketahanan Nasional merupakan kondisi suatu dinamik yang berisi keuletan dan ketangguhan dengan berdasar pada asas Asta Gatra, dan konsepsi ini juga merupakan yang terakhir dari penyempurnaan sebelumnya. Kemudian rumusan Ketahanan Nasional ada dalam GBHN yang merupakan hasil kesepakatan MPR untuk memasukkan rumusan Ketahanan Nasional dalam dokumen kenegaraan, proses perkembangan ini dimulai dari GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983, GBHN 1988, GBHN 1993 sampai terakhir GBHN 1998. Rumusan Ketahanan Nasional pada GBHN tahun 1988 dinyatakan rumusan terakhir dikarenakan GBHN tidak lagi digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan, yang sekarang sudah berganti menjadi RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
  3. Ketahanan Nasional tidak hanya dengan adanya ancaman dari luar saja, tetapi berbagai aspek kehidupan di dalam negara juga terdapat ancaman yang sifatnya nonfisik dan nonmiliter, karena itu penting bagi kita mengetahui kondisi suatu dalam negeri terlebih dahulu sebelum melihat ancaman dari luar. 



2. Saran
Setelah membaca pembahasan tadi, Saya ingin kita lebih memperhatikan dan lebih waspada dengan ancaman bersifat nonfisik dan nonmiliter, karena di era zaman sekarang ini segala ancaman yang datang dari luar maupun dalam lebih banyak kearah kepada nonfisik. Sifat nonfisik sangat sering sekali kita lihat, seperti membuat barang-barang dari luar negeri bebas dipasarkan didalam negeri, budaya luar negeri mudah masuk ke Indonesia, imigran gelap, pencurian kekayaan alam Indonesia, penyalahgunaan narkoba, dan masih banyak lagi yang lain. 





Daftar Pustaka

Ristekdikti. 2016. Buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi

Komentar